Breaking News

Saturday, December 27, 2014

Balas Dendam Bupati Gowa

Tindakan Bupati Gowa Ichsan Yasin Limpo memperkarakan bawahannya sungguh keterlaluan. Fadli Rahim, pegawai negeri di Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Gowa, ditahan polisi gara-gara menyebut Ichsan sebagai pemimpin otoriter.
Fadli sudah mendekam di Rumah Tahanan Gunungsari, Makassar, selama 17 bulan lebih. Ia baru disidangkan pada Desember ini. Namun sebelumnya, pangkatnya telah didemosi dari Golongan III-B ke III-A.

Penderitaan tak hanya dialami Fadli. Ibundanya, guru bahasa Inggris di SMAN 1 di kabupaten itu, tiba-tiba dimutasi ke sekolah lain. Sangat kentara, sang Bupati membalas dendam bukan hanya ke Fadli, tapi juga ke keluarganya. Kelakuan Icshan ini tidak hanya arogan dan otoriter, tapi juga melanggar undang-undang hak asasi yang menjamin kebebasan berpendapat.
Reaksi keras Bupati itu muncul setelah Fadli menyampaikan unek-uneknya tentang pemerintahan Gowa di bawah kepemimpinan Ichsan. Unek-unek biasa, sebetulnya. Ini pun disampaikan dalam satu grup jaringan pesan instan yang anggotanya hanya 10 orang. Entah siapa dari anggota grup tertutup tersebut yang kemudian melaporkan ucapan Fadli ke Bupati sehingga aksi balas dendam itu dilakukan.

Langkah polisi memproses perkara ini juga kelihatan sarat intervensi. Polisi bertindak cepat menahan Fadli. Ia dituduh mencemarkan nama baik Ichsan melalui media elektronik seperti diatur dalam Pasal 27 ayat 3 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Inilah pasal karet yang telah memakan banyak korban. Tuduhan ini sangat dipaksakan. Sebab, nyatanya unek-unek Fadli disampaikan dalam forum tertutup, tidak disebarluaskan ke publik, seperti dikutip dari Tempo.co.

Kasus Fadli ini mengingatkan akan kasus Prita Mulyasari pada 2009. Prita ditahan dan diadili gara-gara menulis kekecewaannya terhadap pelayanan Rumah Sakit Omni International, Serpong. Kekecewaan itu ia ungkapkan dalam e-mail ke beberapa temannya. Namun pihak rumah sakit yang mendapat salinan e-mail tersebut kemudian memperkarakan Prita ke polisi. Prita diadili, dinyatakan bersalah saat kasasi. Lalu Mahkamah Agung, setelah publik dengan gencar membela Prita, membebaskannya dalam proses peninjauan kembali.

Prita dan Fadli adalah korban kesekian tuduhan pencemaran nama baik melalui media Internet. Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) mencatat, sejak Agustus 2008 hingga Maret 2014, ada 44 kasus serupa.

Kasus lain, mirip perkara Fadli, yang melibatkan kepala daerah juga pernah terjadi. Pada Februari 2013, Budiman, guru SMP, ditangkap lantaran menyebut Syamsuddin Hamid, Bupati Pangkep, Sulawesi Selatan, sebagai "bupati bodoh" di Facebook. Namun kasus ini tak berlanjut karena Bupati Syamsuddin mencabut laporannya.

Langkah Syamsuddin ini semestinya diteladan Ichsan. Karena perkara ini merupakan delik aduan, Ichsan mesti mencabut aduannya. Dia mesti sadar bahwa kini bukan lagi masanya pejabat bersikap arogan dan menganggap dirinya raja yang tak boleh dikritik. Kalaupun kritik itu tidak benar, toh Ichsan bisa membuat bantahan di media yang lebih luas penyebarannya.

No comments:

Post a Comment

Designed By Blogger Templates